Tangani PAUD Secara Holistik-Integratif!

 


Mempersiapkan generasi emas Indonesia adalah kebijakan Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Semua komponen diharapkan terlibat dan bekerja sama menyukseskan gerakan ini.

Generasi suatu bangsa seperti jaring yang saling menyambung, mulai dari generasi yang baru lahir, tumbuh menjadi muda, kemudian berubah menua. Demikian hal itu terus berputar seiring waktu berjalan.

Berbicara mengenai generasi mendatang, tentu kita berharap mereka merupakan generasi emas yang mencintai Indonesia sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Generasi emas dapat diindikasikan sebagai generasi yang berkualitas, dalam arti sehat, cerdas, berpengetahuan luas, berakhlak mulia, berkarakter positif/baik termasuk di dalamnya jujur, kreatif, dan disiplin, serta mencintai bangsa dan negaranya.

Untuk menyiapkan generasi emas, pendidikan harus diberikan kepada anak bangsa di setiap jenjang generasi. Lazimnya, pendidikan dimulai dari SD hingga duduk di perguruan tinggi. Namun, karena dasar pembentukan generasi yang berkualitas sudah terjadi sejak anak lahir, bahkan sejak dalam kandungan, maka pendidikan mau tidak mau harus sudah dimulai sejak usia dini.

Sesuai Undang Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Negara memberikan layanan pendidikan kepada setiap warga Negara sejak usia dini. Dengan pendidikan, kita dapat menyiapkan generasi emas yang tangguh, hebat, dan tentu berkomitmen meneruskan budaya Indonesia dan cita-cita luhur bangsa. Dalam hal ini, pendidikan bukan hanya berupa ilmu pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga berupa karakter untuk membentuk perilaku positif.

Mengelola pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan salah satu tugas besar yang diemban Kementerian Pendidikan Kebudayaan (Kemdikbud). Tugas ini dilatarbelakangi oleh tanggung jawab Negara dalam menyiapkan generasi penerus NKRI.

PAUD mencakup anak usia 0-6 tahun. Kemdikbud memfasilitasi pendidikan bagi anak-anak usia dini dalam bentuk taman kanak-kanak (TK), kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), dan satuan PAUD lainnya yang sejenis.

Namun, menangani anak usia dini haruslah sesuai dengan tahap tumbuh-kembang anak. PAUD bukan untuk mengajar anak seperti di sekolah, melainkan lebih sebagai wahana memberikan kesempatan kepada anak untuk melejitkan seluruh potensi kecerdasannya melalui pendekatan bermain sambil belajar.

Idealnya, PAUD tidak boleh hanya memperhatikan aspek pendidikannya, melainkan secara simultan (berbarengan) juga harus memperhatikan semua aspek yang diperlukan dalam keseluruhan tumbuh-kembang anak seperti gizi, kesehatan, dan perlindungannya. Dengan kata lain, PAUD harus bersifat holistik.

Namun, karena selama ini sudah banyak program dan upaya yang dilaksanakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk menangani anak usia dini (posyandu, bina keluarga balita, bina iman anak, sekolah minggu, kelompok bermain, taman penitipan anak, taman kanak-kanak, raudhatul athfal, bustanul athfal, dan lainnya, maka agar penanganan PAUD bisa lebih bersifat holistik perlu diintegrasikan dengan berbagai program layanan anak usia dini yang sudah ada.  
Misalnya, posyandu yang lebih menekankan program layanan di bidang gizi, kesehatan dan pengasuhan dapat diintegrasikan dengan PAUD.

Demikian juga keberadaan institusi atau prasarana layanan kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas (termasuk para dokter, ahli gizi dan perawat/mantrinya) bisa diberdayakan untuk bersama-sama memberikan layanan/pemeriksaan gizi dan kesehatan kepada anak-anak usia dini di satuan-satuan PAUD yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu perlu juga PAUD mengundang dokter puskesmas untuk memeriksa anak sekaligus mendidik orang tua dan guru tentang cara menangani gizi dan menjaga kesehatan anak.

Bermain Sambil Belajar

Mengingat pentingnya pertumbuhan anak di usia dini, orang tua perlu memahami tahap-tahap tumbuh-kembang anak. Misalnya pada saat anak masih dalam kandungan, orang tua perlu mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana menjaga kesehatan anak sebelum lahir, pemenuhan gizi yang baik, dan juga bagaimana memberikan stimulasi (rangsangan) pendidikan yang tepat kepada anak yang masih dalam kandungan. Demikian juga setelah anak lahir, selain memberikan ASI dan merawat atau mengasuh, orang tua harus tahu juga misalnya apa saja yang perlu dilakukan untuk membantu berfungsinya seluruh indera anak.

Terkait hal ini, Kemdikbud mendukung melalui pendidikan keorangtuaan, atau lebih dikenal dengan parenting education. Selain itu, program ini juga memperkenalkan kepada orang tua agar bisa belajar memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, seperti  bagaimana mengelola rumah tangga, dan bagaimana bisa mendapatkan tambahan penghasilan.


PAUD yang ideal tidak hanya mendidik anak, tetapi juga mengasuh dan merawat anak dengan baik.  Untuk itu harus ada kerjasama yang baik antara pendidik PAUD dengan orang tua.  Sekarang banyak ibu yang bekerja, karena itu kebutuhan akan taman penitipan anak (TPA) sudah makin dirasakan. Layanan di TPA bisa dimulai dari bayi, tetapi pada umumnya (kebanyakan) setelah anak bisa berjalan. Nah, layanan anak usia dini seperti ini harus diimbangi dengan pemahaman yang baik dari para pendidik dan pengasuh tentang hal-hal yang terkait dengan tumbuh-kembang anak dan pemberian stimulasi pendidikan yang tepat.

Untuk stimulasi atau rangsangan pendidikan tersebut, khususnya pada usia-usia awal, hendaknya melibatkan semua indera sesuai tahapan tumbuh-kembang anak. Dengar, lihat, tiru, coba, ulang, dan tuntas merupakan bagian penting dari stimulasi pendidikan pada anak usia dini.

Stimulasi pendidikan juga harus memberikan peluang untuk berkembangnya semua potensi kecerdasan anak, seperti: kecerdasan di bidang spiritual (untuk menumbuhkan dan memperkuat keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur dan kepribadian unggul), emosional dan sosial (untuk meningkatkan sensitivitas dan apresiasivitas akan kehalusan dan keindahan seni dan budaya),  intelektual (untuk meningkatkan kompetensi dan kemandirian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, serta aktualisasi insan intelektual yang kritis, kreatif dan imajinatif), dan kinestetis (untuk mewujudkan insan yang sehat, bugar, berdayatahan, sigap, terampil, dan trengginas). Kemudian perlu juga disediakan layanan pendidikan berkualitas, yang didukung dengan kemampuan guru/pendidik dan pengasuh yang bisa memperhatikan tumbuh-kembang anak secara utuh.

Anak usia dini tidak dibenarkan diajar seperti pada anak tingkat sekolah dasar (SD). Mereka hanya diperbolehkan bermain sambil belajar.

Bermain sebenarnya adalah kegiatan yang “serius” bagi anak . Bermain adalah tonggak perkembangan motorik, psikomotorik, afeksi, dan sosial. Melalui bermain dan alat permainannya, anak juga belajar mengenali diri dan dunia sekitarnya melalui eksplorasi dan meneliti berbagai hal yang dilihat, didengarkan dan dirasakannya.

Bermain juga membuat anak mampu berimajinasi dan berempati. Selain itu, bermain juga merupakan media bagi anak untuk meneguhkan identitas dirinya dalam relasi sosial.

Bermain sambil belajar juga merupakan jembatan bagi anak untuk memahami konsep atau simbol-simbol. Misalnya, dalam menangkap simbol-simbol, mereka harus belajar dari yang riil dahulu sambil bermain. Anak perlu mengalami, mencoba, dan akhirnya menyimpulkan dalam suasana yang menggembirakan. Jika kondisi tidak memungkinkan untuk belajar sambil bermain dalam alam nyata, bisa melalui simulasi dengan bantuan alat permainan edukatif (APE), melalui film, video atau gambar.

Pada saat anak “lulus” PAUD dan akan melanjutkan ke jenjang SD, pihak SD tidak dibenarkan melakukan tes membaca, menulis, dan berhitung (calistung) padanya.  Hal itu karena pada dasarnya PAUD memang tidak memberikan pelajaran calistung. Sekalipun dengan pendekatan bermain sambil belajar, memungkinkan anak bisa calistung.

Usia dini merupakan masa pembentukan dasar-dasar kepribadian seseorang. Kepribadian yang terbentuk saat usia dini akan menjadi karakter yang sulit diubah hingga masa dewasanya. Pembentukan kepribadian membutuhkan waktu yang lama melalui pembiasaan-pembiasaan serta proses imitasi dari lingkungannya. Media yang paling efektif adalah memberi kepercayaan, menyemangati, dan modeling (keteladanan).

Anak juga perlu dirangsang sejak dini untuk perkembangan otak dan fisiknya melalui kegiatan-kegiatan seperti mendongeng, menyanyi, melukis/menggambar, menari, dan berolah raga.  Bila kegiatan-kegiatan tersebut dipersiapkan dengan baik dapat dijadikan sebagai wahana untuk merangsang perkembangan otak (otak kanan dan kiri) dan fisik anak dengan baik. Dalam melakukan kegiatan seperti itu sebaiknya ada penghargaan kepada setiap anak, misalnya pujian.

Tetapi, perlu diingat, pujian juga harus yang sewajarnya. Yang perlu diingat, jangan sampai ada celaan atau sejenisnya yang bisa membunuh semangat dan kreativitas anak. Andaikan ada anak yang belum berhasil melakukan dengan baik, jangan sampai ada anak yang dilukai hatinya.

Semua anak sebaiknya mendapatkan penghargaan sesuai porsinya. Doronglah anak untuk selalu berani maju melalui cara bermain sambil belajar. Jika pendidik menginginkan sesuatu kepada anak, jangan memaksakan. Sebaiknya, dikondisikan sedemikian rupa, sehingga akhirnya anak mau melakukan atau berbuat sesuatu karena merasa tertantang atau terdorong hatinya. Ini semua bisa dilakukan apabila dikemas dalam suasana sambil bermain.

Anak juga memiliki kecenderungan untuk meniru apa yang dilakukan oleh guru/pendidiknya. Karena itu kebiasaan-kebiasaan yang baik, lebih baik dicontohkan melalui keteladanan pendidik/guru/orang tua. Misalnya, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan, kebiasaan antre, dan kerjasama (gotong-royong), lebih baik dicontohkan oleh pendidik/guru dan juga orang tua.

Anak juga perlu diberi stimulus untuk berimajinasi terhadap konsep-konsep abstrak seperti tanggung jawab, bekerja sama, sayang kepada sesama, tenggang rasa, disiplin, jujur, percaya diri, dan lain sebagainya. Mengajak anak untuk bersama-sama mengamati ‘luwing’ atau kaki seribu yang sedang berjalan, mengamati serombongan semut yang sedang berjalan atau bekerjasama membawa makanan yang ukurannya lebih besar dari badan semut, dan mengamati induk ayam yang baru mengerami telur-telurnya, merupakan contoh-contoh yang sangat baik untuk menjelaskan kepada anak tentang konsep koordinasi, kerjasama, dan disiplin yang apabila diceritakan dengan menarik akan diingat anak seumur hidupnya.

Itulah yang menjadi fondasi pendidikan untuk menyiapkan generasi emas Indonesia. Jadi, anak usia dini tidak harus bisa calistung, tetapi yang terpenting dirangsang semua potensi kecerdasan, emosi dan fisiknya sesuai tahap pertumbuhan dan perkembangannya melalui pendekatan bermain sambil belajar. Semua proses tersebut harus melibatkan orang tua.

Tugas orang tua adalah mengarahkan dan membimbing guna melejitkan semua potensi anak dengan memberdayakan semua yang ada di sekitar anak untuk dijadikan alat permainan edukatif. Itu yang harus dipahami bersama.

Tanggung jawab

Hendaknya kita semua mendukung gerakan nasional PAUD-isasi yang mulia ini. Artinya urusan  pendidikan anak usia dini bukan semata-mata tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Daerah dan lembaga PAUD. Orang tua dan masyarakat juga harus sama-sama berperan aktif menyukseskan gerakan nasional PAUDI-sasi sesuai peran masing-masing.

Tanggung jawab kita bersama pula untuk mewujudkan Kota Layak Anak, yang merupakan salah satu perwujudan dari Konvensi Hak-hak Anak (Convention on the Rights of the Child). Konsep kota layak anak adalah pembangunan kota yang pro anak. Misalnya, ada tempat untuk bermain anak, ada tempat atau taman bagi anak untuk mendapatkan udara segar (oksigen), ada tempat bagi anak untuk mengekspresikan keinginannya (untuk corat-coret, menyanyi, drama, dan sebagainya, ada taman bacaan, pojok baca atau perpustakaan untuk anak, ada tempat olah raga dan rekreasi untuk anak, serta ada tempat untuk ibu menyusui anaknya.

Akhirnya, mari kita mendukung Gerakan Nasional PAUD-isasi dalam rangka menyiapkan Generasi Emas Indonesia yang tangguh dan mampu mengemban amanat bangsa. (ARIFAH)

Oleh: Gutama Penulis adalah Mantan Sekretaris Ditjen Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal Kemdikbud

 

Sumber: kmpas.om